Suatu dulu, saya
pernah tertawa terbahak-bahak ketika melihat sebuah wallpaper laptop milik
teman. Tawa itu muncul begitu saja tanpa bisa saya bendung tersebab tulisan
yang ada dalam wallpaper tersebut, ya bentuknya percakapan, bukan sekadar
gambar. Gambarnya seperti yang bisa
dilihat di atas.
Sebelum saya
jelaskan mengapa percakapan di atas membuat saya tertawa terbahak, saya ingin
bertanya terlebih dahulu. Apakah reaksi anda pertama kali ketika membaca hal
tersebut? Apakah anda merasa hal tersebut manis, bikin baper, terharu, atau
anda cuma pengin nyengir saja? Hehe. Jadi begini, pemicu tawa saya adalah
kalimat si cewek. Pertama kali yang terlintas di pikiran saya waktu baca ini
secara literal tanpa memikirkan sebenarnya kalimat di atas dimaksudkan sebagai
metafora adalah “Pertanyaan konyol dari mana ini, kok bisa-bisanya kamu tanya
seperti itu.” It’s insulting gitu lho terhadap manusia biasa, terhadap yang
bertanya dengan serius. (Ya walaupun kita asumsikan bahwa si cewek nggak
bermaksud menghina kita dengan pertanyaan itu, saya paham, si cewek ingin
menjawab pertanyaan si cowok dengan keren makanya pakai metafora karena si
cewek sendiri juga nggak paham jalan pikiran dan perasaannya sendiri :p )
Kalimat kedua
ini insulting menurut saya, karena kedudukan dua kalimat pertanyaan di atas
tidak seimbang. Semantik kedua kalimat tersebut tidak berada pada level yang
sama (secara literal ya). Sehingga saya tertawa karena ini tidak make sense. Kalimat
di atas mengingatkan saya pada pembahasan contoh pada Lexical Semantics : Sense
Relations. Dalam buku F.R. Palmer hal 84, apabila suatu predicates memiliki 2 atau
lebih arguments maka kita bisa
melihat predicates menyatakan relasi antar arguments, apakah itu Symmetric,
Transitive, atau Reflexive.
Contoh :
1. John
is a man. John adalah argument dan is a man adalah predicate
2.
John loves Mary. John dan Mary adalah argument dan loves adalah predicate
3. John
gave Mary a book. John, Mary, a book adalah argument
dan gave adalah predicate
4. John
is married to Mary. John dan Mary adalah argument
dan is married to adalah predicate
5.
John resembles himself. John dan himself adalah argument dan resembles adalah predicate
6.
Four equals four. Four adalah argument dan equals adalah predicate
Sekarang, contoh
di atas hubungannya apa dengan kalimat yang sedang kita bahas?
Kalimat yang
diucapkan gambar cowok; “Kenapa kamu masih mencintai dia, kalo kamu sudah tau
kalian gak akan bersatu?”
Yang perlu
digaris bawahi pada kalimat tersebut adalah pernyataan ‘kamu masih mencintai
dia’ ‘kamu sudah tau kalian gak akan bersatu’. Di sini, pernyataan ‘tau kalian
gak akan bersatu’ bisa kita asumsikan bermacam-macam sebabnya mengapa si kamu
tidak bisa bersatu dengan si dia. Bisa jadi mereka beda keyakinan, beda kasta, tak
direstui orang tua, si dia ternyata sudah punya pendamping lain, atau
pahit-pahitnya si dia tidak cinta kepada si kamu. *mohon yang baca jangan baper
ya :p
Tapi satu hal yang pasti, ‘gak akan bersatu’
ini hukumnya tidak mutlak. *bisa saja si kamu reverse keadaan dengan minta
alatnya Doraemon atau minta Hermione bikinin love potion buat si kamu dan si
dia :p #sama aja itu tidak mungkin.
Yang saya maksud
tidak mutlak adalah bahwa predicate
ini bisa dikendalikan oleh manusia. Begitu pula dalam frasa ‘kamu masih
mencintai dia’, relasi antar argument
nya tidak symmetric. Symmetric itu yang bagaimana sih? Symmetric itu seperti contoh kalimat
nomor 4, jadi hubungan antar argument
itu mutual, sama-sama. John menikah
dengan Mary sudah pasti mutual kan apabila dibalik urutan antar argument menjadi Mary menikah dengan
John. Berbeda kasusnya dengan ‘kamu masih mencintai dia’ si kamu sudah pasti
mencintai si dia, tapi apakah si dia sudah pasti mencintai si kamu? Bisa jadi
cinta bisa juga tidak cinta, ya kan :p *plis jangan nangis kalau kalimat ini
relatable sama anda, #pukpuk.
Nah sekarang
kita masuk pada kalimat yang diucapkan gambar cewek; “kenapa kamu masih bernafas, kalo kamu sudah
tau suatu hari kamu akan mati?” hih sumpah ini insulting banget, siapalah si
kamu yang bisa mengendalikan pernafasan dan kematian *lha kalo si kamu sudah
tau akan mati ya apa terus si kamu harus menghentikan nafasnya saat itu juga,
bunuh diri dong itu namanya. Beda kasusnya kalo si kamu dalam pertanyaan satu
disuruh mengakhiri cintanya sama si dia apakah otomatis si kamu akan mati?
(secara natural lho ya).
Pertanyaan kedua
ini masuk dalam kategori reflexive. Reflexive itu yang bagaimana sih? Relasi
dikatakan reflexive apabila
menyatakan hubungan antara argument dengan argument itu sendiri, seperti pada
contoh kalimat nomor 5 dan 6. Empat sama dengan empat, John mirip dengan
dirinya sendiri, hubungan ini tidak terelakkan dan mutlak. Manusia ya tetap
akan bernafas walaupun tahu dia akan mati, namanya aja makhluk hidup, kalau
nggak bernafas berarti namanya mayat :p . Si kamu dalam kalimat kedua tidak
memiliki kontrol internal akan apa yang dia alami, berbeda halnya dengan si
kamu dalam kalimat pertama, dia (seharusnya)memiliki kontrol internal dalam
dirinya.
Gawat itu kalau banyak
pencinta yang jalan pikirannya kayak si gambar cewek, pantesan susah move on,
#eh :p Yang paling berbahaya, bisa-bisa nanti dia pilih bunuh diri kalau nggak
kuat, kayak Romeo dan Juliet. *jangan sampai ya kawan-kawan. Kalau mau
diteruskan apa bahaya pola pikir seperti yang dimiliki oleh si gambar cewek
adalah bisa membawa pada ketidaksyukuran, padahal bisa saja dia bisa menemukan
cinta lain yang lebih baik dan bisa membawanya dalam kebaikan, bukan dalam
kesedihan #eaaa
Patut diingat
bahwasanya perasaan itu tidak mutlak, kalau anda melihat di sekitar, banyak
kejadian yang menunjukkannya. Semisal, si X dan si Y awalnya lovey dovey
sekali, tapi beberapa tahun kemudian, mereka bercerai. Alasannya apa? Sudah
terlalu banyak perbedaan, apabila diteruskan malah tidak bahagia, tuh cinta
saja ternyata tidak selalu selamanya, cinta bisa diakhiri. Tapi kalau bernafas?
Jika diakhiri secara sengaja, bisa-bisa kita dimurkai Yang Maha Pencipta karena
telah kufur nikmat. *lha kok ceramah, Mbak?
Nah, begitulah
penjelasan tidak bermutu dari saya. Perlu diketahui bahwa pembahasan di atas
sifatnya memaknai kalimat dengan literal ya, bukan secara efek gaya bahasa yang
ingin dicapai oleh pembuat kalimat pertanyaan kedua. Mohon maaf apabila ada
yang tidak berkenan. Tetap semangat hidup ea Kakak! J